
Oknum Jaksa Kejari Musi Banyuasin (Muba) yang menerima dan menangani laporan seorang warga, diduga kuat melanggar peraturan perundang-undangan terkait perlindungan saksi dan korban. Peraturan yang dimaksud tersebut antara lain:
1. UU No. 31/2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 13/2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
2. PP No. 57/2003 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
3. Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Penanganan Laporan Dan Perlindungan Terhadap Pelapor Pelanggaran Hukum Di Kejaksaan Republik Indonesia.
Kronologi kejadian:
Pada hari Kamis,15/05/2025 seorang WNI di Kabupaten Musi Banyuasin melaporkan oknum pejabat Pemkab Kepada Pimpinan Kejari Muba. Oknum terlapor tersebut diduga korupsi, menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya diri atau orang lain, sehingga menimbulkan kerugian negara miliaran rupiah.
Warga yang minta namanya tidak disebutkan itu (sebut saja Pelapor) merasa heran dan aneh, karena pada keesokan malam harinya, Jumat, 16/05/2025 pukul 20.45 seorang warga inisial E menelponnya dengan menanyakan keberadaannya dan mengatakan bahwa pejabat yang dilaporkannya itu masih saudara penelepon.
"Halo bro, kamu dimana sekarang? Aku mau beritahu kamu, S (inisial pejabat) itu jangan diganggu, dia masih saudaraku, kalau ada apa-apa dengan dia sampaikan ke aku saja," katanya.
Setelah menerima telpon dari E, pelapor bertanya-tanya dalam hati: Bagaimana orang lain (E) yang mengaku saudara dari terlapor (S) mengetahui identitas pelapor? Pastilah ada oknum pegawai atau oknum Jaksa KEJARI Muba yang membocorkan atau memberitahukan identitas pelapor kepada si terlapor (S).
Pada hari Senin, 02/06/2025 pelapor menemui Kasi Intel KEJARI Muba, Abdul Harris Augusto, SH, MH, untuk menanyakan mengapa orang lain, warga masyarakat biasa (E) bisa mengetahui identitas pelapor dan isi laporannya?
"Mungkin, setelah terlapor dipanggil KEJARI (untuk dimintai keterangan) dia mengetahui siapa yang melaporkan dirinya. Memangnya kapan orang itu (E) nelpon kamu pak?" Kata Harris.
"Besok malamnya (sehari) setelah saya menyampaikan laporan saya kepada KEJARI pak," Jawab pelapor.
"Setahu saya itu sudah diklarifikasi (dimintai klarifikasi) oleh Pidsus kepada terlapor. Nanti saya informasikan ke seksi pidsus, biar dia menjawab surat anda," ujarnya.
Menanggapi perihal ini, seorang mantan Jaksa yang tidak bersedia namanya ditulis, mengatatkan, bahwa di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, seorang aparat atau seorang pejabat berwenang yang menerima laporan adanya pelanggaran hukum, atau pelanggaran peraturan lainnya, misalnya pungli, korupsi, pemerasan dan lain-lain, dan yang menjadi kewenangannya untuk ditangani atau ditindaklanjuti, ia harus merahasiakan identitas terlapor, baik nama alamat, pekerjaan, Ciri-ciri pelapor, dan sebagainya.
"Perbuatan demikian (membocorkan identitas pelapor) adalah perbuatan pelanggaran dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena itu oknum yang melakukannya bisa dilaporkan kepada pimpinannya atau pejabat yang berwenang. Apabila dia seorang hakim bisa dilaporkan kepada Komisi Yudisial, apabila dia polisi bisa dilaporkan ke Propam, apabila dia Jaksa bisa dilaporkan kepada Komisi Kejaksaan," Terangnya. (Ag)